Sejarah merupakan tonggak untuk sebuah
perubahan. Sejarah menjadi cermin terbesar sebagai bahan intropeksi. Maka mari
tengok kembali ke cermin besar ini. Sekitar 1400 tahun yang lalu, hidup seorang
perempuan kaya. Ia mendapatkan kekayaan bukan dari harta rampasan, melainkan
dari usahanya sendiri atau biasa disebut wirausaha. Beliau adalah bunda
Khadijah. Dengan kepandaiannya, beliau berwirausaha dalam hal perniagaan.
Usahanya ini bukan main-main, karena usahanya amat terkenal di kalangan
bangsawan pada masa itu. Ini menjadi bukti bahwa perbedaan gender bukan menjadi
penghalang untuk menjadi lebih maju, khususnya dalam berwirausaha. Seorang
muslimah juga harus sukses. Muslimah berwirausaha? Katakan ya..!
Rasulullah saw. bersabda :
“Tidak
ada yang lebih baik bagi seorang yang makan sesuatu, selain makanan dari
usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud a.s selalu makan dari hasil
usahanya,”
(H.R. Bukhari)
“Sebaik-baiknya
usaha seseorang adalah usaha dengan tenaganya sendiri. Dan setiap jual beli
adalah baik.” (H.R. Ahmad, Thabrani, dan Hakim).
Dengan berwirausaha kita belajar untuk
mandiri dan tidak hanya tergantung pada orang lain. Pada orang tua, kakak,
sahabat, teman, atau suami bagi yang sudah menikah. Namun demikian kita sebagai
muslimah harus meminta izin kepada mereka. Meminta pendapat dari mereka adalah
hal yang baik, meski terkadang ada orang tua atau suami yang tidak mengizinkan.
Maka dari itu kiata sebagai seorang muslimah harus lapang dada dalam
menerimanya.
Menjadi seorang pengusaha akan berbeda
dengan pegawai. Bila pegawai memikirkan bagaimana melakukan yang terbaik untuk
bos agar gaji tidak dipotong, maka berbeda dengan seorang pengusaha. Dia akan
cenderung berpikir bagaimana melakukan sesuatu untuk membuat usahanya
berkembang. Potensi kita akan lebih diberdayakan.
Semoga kita bisa menjalankan peran
sebagai seorang pengusaha muslimah sebagaimana pengusaha-pengusaha sahabat di
zaman Rasulullah SAW, amin ya Rabb…
0 comments:
Post a Comment