Wednesday, April 17, 2013

Di Bawah Bayang-Bayang Kartini

oleh Novitasari Mustaqimatul Haliyah

Selain Maret dan Desember, bulan April merupakan salah satu bulan yang istimewa di kalangan perempuan dan akademisi. Di bulan ini, Anak sekolah (dari TK sampai SMA), guru, dan PNS berpakaian menurut adat daerah masing-masing. Tidak hanya berpakaian adat saja, tetapi juga dilombakan. Ada apa dengan bulan April?

Ya, Hari Kartini. Hari Kartini diperingati setiap tanggal 21 April untuk mengenang jasa-jasanya selama ini. Kartini adalah sosok wanita tangguh cermin masa itu. Di tengah masyarakat yang masih kolot akan pendidikan, beliau mencoba melakukan gebrakan.

“Seorang perempuan tidak membutuhkan pendidikan. Ia hanya boleh berkutat pada 3 ur (kasur, dapur, dan sumur).”

Itulah stigma yang menancap kuat dalam jiwa-jiwa perempuan zaman R A Kartini dahulu, bahkan stigma tersebut mungkin juga masih melekat pada diri seorang perempuan di zaman modern ini. Di tengah masyarakat yang masih berfikiran kolot seperti itu, Kartini terus berjuang dan berjuang agar seorang wanita juga bisa belajar dan memperoleh pengetahuan. Kartini pun juga merupakan sosok perempuan yang cerdas. Beliau selalu mengaplikasikan ilmu yang didapatkannya. Kumpulan surat-suratnya dengan sahabat penanya membuahkan hasil yang sampai sekarang bisa dibaca dan dipelajari.
Dalam surat-surat tersebut diketahui bahwa Kartini pada awalnya sangat mengagumi pemikiran dan pergaulan model Barat. Namun setelah mengenal Islam dari gurunya Kyai Sholeh bin Umar, pemikiran kebarat-baratannya berubah. Suatu saat, Kartini sangat terkesima dengan surat Al-Fatihah yang dibacakan oleh Kyai Sholeh bin Umar. Semenjak itu Kartini giat mempelajari Islam dengan sungguh-sungguh tanpa keraguan sedikitpun. Setiap ilmu yang disampaikan oleh Kyai Sholeh bin Umar segera diaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Berbeda dengan kita, pada masa itu Indonesia masih dikuasai Belanda sehingga rakyat biasa akan sangat sulit mendapatkan pendidikan. Meski begitu, Kartini teguh di jalannya. Baginya, menuntut ilmu tiada jemu. Halangan dan rintangan tidak akan pernah menjadi beban. Bagaimana dengan kita? Kita hidup di zaman dimana pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, tetapi enggan menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh. Kita bahkan sering kali membolos kuliah hanya karena alasan yang tidak urgent. Ada kajian dimana-mana, tapi selalu tidak dihiraukan, acuh-tak acuh seakan telah menjadi sifat harian. Naudzubillah. Padahal Allah SWT telah memerintahkan kita, seorang muslim untuk senantiasa menggali ilmu pengetahuan, menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh, dan tidak lupa untuk mengaplikasikannya dalam bentuk amalan-amalan sholih.

Kartini menjadi pemegang simbol intelektualitas dan emansipasi perempuan. Sekarang, seorang perempuan yang berpendidikan tinggi bukan lagi menjadi sesuatu yang langka. Bahkan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, kebanyakan siswa mahasiswanya adalah kaum perempuan, begitu juga tenaga pengajarnya. Hal ini menunjukkan bahwa sekarang pemikiran perempuan pun bisa menjadi acuan.

Ada pepatah mengatakan, di balik seorang laki-laki yang hebat, ada seorang perempuan yang hebat pula. Pepatah ini memang sudah teruji kebenarannya. Kita bisa mengambil teladan pada zaman Rasulullah dahulu. Rasulullah adalah sosok laki-laki yang sangat hebat, mempunyai peran yang sangat penting bahkan Beliau mendapat nominasi laki-laki terbaik seluruh zaman. Lalu siapakah yang berada di sampingnya? Siapa perempuan yang mendukungnya? Merekalah perempuan hebat sekelas Khadijah, ‘Aisyah binti Abu Bakar, Sudah bin Zam’ah, Hafshah binti Umar bin Khattab, Zainab binti Khuzaimah, Ummu Salamah, Zainab binti Jahsy, Juwairiyah binti al-Harits, Ummu Habibah binti Abu Sufyan, Shafiyah binti al-Harits, dan Mimunah binti al-Harits. Mereka adalah istri-istri terhebat yang dipilihkan Allah SWT untuk menjadi pendamping yang senantiasa mendukung dan menyokong dakwah Rasulullah Muhammad SAW.

Jadi memang benar, menjadi seorang perempuan harus memiliki pengetahuan yang lebih karena kelak ia akan menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya. Perempuan akan menjadi seorang ibu yang wajib mendidik anaknya. Jika tidak memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, dengan apa kita mendidik anak-anak kita nanti? Tanpa ilmu dan pendidikan, mau dikemanakan agama dan bangsa kita? Bercerminlah pada Kartini yang terus berjuang untuk mengedepankan ilmu!

Related post



  • Stumble This
  • Fav This With Technorati
  • Add To Del.icio.us
  • Digg This
  • Add To Facebook
  • Add To Yahoo

0 comments:

Post a Comment