Selain Maret dan Desember, bulan April merupakan salah
satu bulan yang istimewa di kalangan perempuan dan akademisi. Di bulan ini,
Anak sekolah (dari TK sampai SMA), guru, dan PNS berpakaian menurut adat daerah
masing-masing. Tidak hanya berpakaian adat saja, tetapi juga dilombakan. Ada
apa dengan bulan April?
Ya, Hari Kartini. Hari Kartini diperingati setiap
tanggal 21 April untuk mengenang jasa-jasanya selama ini. Kartini adalah sosok
wanita tangguh cermin masa itu. Di tengah masyarakat yang masih kolot akan pendidikan,
beliau mencoba melakukan gebrakan.
“Seorang
perempuan tidak membutuhkan pendidikan. Ia hanya boleh berkutat pada 3 ur (kasur,
dapur, dan sumur).”
Itulah stigma yang menancap kuat dalam jiwa-jiwa
perempuan zaman R A Kartini dahulu, bahkan stigma tersebut mungkin juga masih
melekat pada diri seorang perempuan di zaman modern ini. Di tengah masyarakat
yang masih berfikiran kolot seperti itu, Kartini terus berjuang dan berjuang agar
seorang wanita juga bisa belajar dan memperoleh pengetahuan. Kartini pun juga
merupakan sosok perempuan yang cerdas. Beliau selalu mengaplikasikan ilmu yang
didapatkannya. Kumpulan surat-suratnya dengan sahabat penanya membuahkan hasil
yang sampai sekarang bisa dibaca dan dipelajari.
Dalam surat-surat tersebut diketahui bahwa Kartini pada
awalnya sangat mengagumi pemikiran dan pergaulan model Barat. Namun setelah
mengenal Islam dari gurunya Kyai Sholeh bin Umar, pemikiran kebarat-baratannya berubah.
Suatu saat, Kartini sangat terkesima dengan surat Al-Fatihah yang dibacakan
oleh Kyai Sholeh bin Umar. Semenjak itu Kartini giat mempelajari Islam dengan
sungguh-sungguh tanpa keraguan sedikitpun. Setiap ilmu yang disampaikan oleh
Kyai Sholeh bin Umar segera diaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Berbeda dengan kita, pada masa itu Indonesia masih
dikuasai Belanda sehingga rakyat biasa akan sangat sulit mendapatkan pendidikan.
Meski begitu, Kartini teguh di jalannya. Baginya, menuntut ilmu tiada jemu. Halangan
dan rintangan tidak akan pernah menjadi beban. Bagaimana dengan kita? Kita
hidup di zaman dimana pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, tetapi enggan
menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh. Kita bahkan sering kali membolos kuliah
hanya karena alasan yang tidak urgent.
Ada kajian dimana-mana, tapi selalu tidak dihiraukan, acuh-tak acuh seakan telah
menjadi sifat harian. Naudzubillah.
Padahal Allah SWT telah memerintahkan kita, seorang muslim untuk senantiasa
menggali ilmu pengetahuan, menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh, dan tidak lupa
untuk mengaplikasikannya dalam bentuk amalan-amalan sholih.
Kartini menjadi pemegang simbol intelektualitas dan
emansipasi perempuan. Sekarang, seorang perempuan yang berpendidikan tinggi
bukan lagi menjadi sesuatu yang langka. Bahkan di sekolah-sekolah dan perguruan
tinggi, kebanyakan siswa mahasiswanya adalah kaum perempuan, begitu juga tenaga
pengajarnya. Hal ini menunjukkan bahwa sekarang pemikiran perempuan pun bisa
menjadi acuan.
Ada pepatah mengatakan, di balik seorang laki-laki yang
hebat, ada seorang perempuan yang hebat pula. Pepatah ini memang sudah teruji
kebenarannya. Kita bisa mengambil teladan pada zaman Rasulullah dahulu.
Rasulullah adalah sosok laki-laki yang sangat hebat, mempunyai peran yang sangat
penting bahkan Beliau mendapat nominasi laki-laki terbaik seluruh zaman. Lalu
siapakah yang berada di sampingnya? Siapa perempuan yang mendukungnya?
Merekalah perempuan hebat sekelas Khadijah, ‘Aisyah binti Abu Bakar, Sudah bin
Zam’ah, Hafshah binti Umar bin Khattab, Zainab binti Khuzaimah, Ummu Salamah,
Zainab binti Jahsy, Juwairiyah binti al-Harits, Ummu Habibah binti Abu Sufyan,
Shafiyah binti al-Harits, dan Mimunah binti al-Harits. Mereka adalah
istri-istri terhebat yang dipilihkan Allah SWT untuk menjadi pendamping yang
senantiasa mendukung dan menyokong dakwah Rasulullah Muhammad SAW.
Jadi memang benar, menjadi seorang perempuan harus
memiliki pengetahuan yang lebih karena kelak ia akan menjadi madrasah pertama
bagi anak-anaknya. Perempuan akan menjadi seorang ibu yang wajib mendidik
anaknya. Jika tidak memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, dengan apa kita
mendidik anak-anak kita nanti? Tanpa ilmu dan pendidikan, mau dikemanakan agama
dan bangsa kita? Bercerminlah pada Kartini yang terus berjuang untuk
mengedepankan ilmu!
0 comments:
Post a Comment