Beni Dahlan
(Swastamandiri accounting School -- Al Es’af Special Program/Peserta Lomba Mading ESR)
“ciiiiit, duuarr!!” sebuah
kecelekaan terjadi di Jalan Solo-Wonogiri tepat satu hari sebelum ramadhan
tahun lalu. Setengah badan jalan tertutup bis yang mengalami lepas kendali
setelah salah satu ban depan pecah. Malangnya seorang pengendara motor yang
melintasi jalan itu terjepit di bawah, meninggal seketika.
“innalillahi wa inna ilaihi roji’un” gumamku dalam hati.
Hati ini tersentak, membayangkan jika sosok yang bersimbah darah itu adalah
diri ini, diri yang masih merasakan compang-camping keimanan. Menghela nafas
panjang, “Aah, sungguh beruntungnya diri seseorang yang ditakdirkan mampu
berjumpa kembali dengan Ramadhan.”
Mati, itu suatu hal yang pasti terjadi. Tak soal apakah ia masih
belia ataupun tua. Karena sakit menahun maupun kemarin masih sehat bugar
terbangun. Sungguh tak ada yang menduga kedatangannya. Boleh jadi beberapa
tahun lagi atau bahkan dalam hitungan detik dari sekarang.
Sebuah pesan disabdakan oleh Rasullah SAW yang diabadikan oleh Imam
Tirmidzi dalam Jami’ at Tirmidzi. “Tidak
ada yang dapat menolak ketentuan Allah Ta’ala selain do’a dan tidak ada yang
dapat memperpanjang umur seseorang kecuali perbuatan baik (yang mengenangkan)”.
Do’a adalah senjata orang beriman, sehingga do’a mampu ‘merubah’ dari suatu
‘takdir’ tidak baik menuju takdir yang lebih baik. Oleh sebab itulah Rasulullah
SAW mengajarkan do’a untuk kita “Allohumma bariklana fii rajab wa sya’ban,
wa balighnaa romadhon” “Ya Alloh, berkahilah kami di bulan Rajab dan
Sya’ban, dan sampaikanlah (usia) kami untuk berjumpa pada Romadhon.” Karena
tidak ada jaminan kita masih dapat menjumpai Ramadhan.
Hingga banyak kita jumpai potret adat kebiasaan generasi salaf,
setiap setengah tahun pasca romadhon mereka tak pernah melupakan do’a agar
amalan mereka diterima oleh Alloh SWT, dan setengah tahun berikutnya, mereka
berdo’a agar dapat menjumpai kembali bulan penuh keutamaan. “duhh begitulah
potret Generasi luar biasa, terasa jauh dari jangkauan kita.”
Jika tabir kematian itu masih dirahasiakan, lantas apakah kita
yakin bahwa kita masih memiliki kesempatan kembali berjumpa dengan Ramadhan?
Lalu jika kita telah dikaruniakan oleh Alloh SWT untuk dapat bersua, lantas,
apakah yang telah kita persiapkan untuk menyambutnya?
Mungkin sebuah kesempatan di hari ini mampu kita syukuri dan
renungi bahwasanya kematian itu selalu mengintai di setiap saat, selalu
membayang di setiap langkah kaki. Oleh sebab itu, jadikan hari ini menjadi
sebaik-baik persiapan dalam menyongsong lembaran-lembaran di bulan penuh
berkah.
Tidak hanya itu rahmat Alloh SWT, ampunan Alloh SWT dan do’a-do’a
yang kita panjatkan kepada Alloh SWT senantiasa didengar di setiap lembaran
hari hidup kita di luar bulan Ramadhan. Karena setiap hari pintu taubat terbentang
luas. Kasih sayang mengucur tiada batas. Jadi tidak ada alasan untuk
‘menyimpan’ amunisi semangat hanya di bulan Ramadhan, sehingga menjadikan sisa
hari menjelang ramadhan sebagai ajang istirahat ‘menimbun’ semangat, karena
setiap harinya reward Alloh SWT masih menggunung tinggi, pintu Jannah
menganga.
Maka optimalkan hari-hari menjelang Ramadhan ini dengan tetap
memacu dan melaju dalam kebaikan. Karena keinginan kita adalah menjadi Hamba
Rabbani bukan Hamba ramadhani.
Wallohu a’lam bish showab
Beni Dahlan
09010031/Swastamandiri accounting School -- Al Es’af Special
Program
0 comments:
Post a Comment