Oleh: Hanifah Hikmawati
Fajar menyingsing,
burung-burung menatap tajam pada tikungan jalan. Ya, mereka menanti
buih sejuk dari Ramadlan nan tenteram. Bertengger di atas daun
kemuning kala dhuha
menggema. Sayap-sayapnya mengelu-elukan kehadiran bulan suci itu.
Matanya seolah menyala. Berbinar memenuhi relung sangkarnya. Entah
waktu yang mana mereka menyenandungkan kerinduannya kepada sang Esa.
Terbang tinggi menggelantung di awan. Menggapai ridla Illahi.
Lalu ketika adzan menggelegar
saat matahari menyulutkan teriknya, pepohonan itu memberi keteduhan
terhadap burung-burung yang selalu berkicau. Pepohonan itu merindukan
senandung firman-Nya. Menanti kabar gembira kapankah ramadlan kembali
tiba. Yang selalu membuat mereka hijau. Pepohonan itu memang rindu,
sangat rindu akan bulan suci.
Syams
memberikan sinarnya di balik bumi yang menatap matanya. Kemudian Qamr
memberikan sorot sinar kepda bumi yang membelakanginya. Keduanya
ialah ciptaan Malik. Keduanya selalu menantikan ramadlan.
Rerumputan yang bergoyang
diseduh angin itu melambangkan ketajaman pilu yang 11 bulan menanti
kehadiran bulan suci kembali. Bebatuan pun demikian. Menantikan diri
mereka menjelma warna putih untuk mereka berganti pakaian di bulan
ramadlan. Meneguhkan jiwa kepada ketentuan-Nya.
Sementara aku, selalu membuka
jendela pagi hari, menikmati hilir mentari yang pelan tenggelam dalam
mata. Aku selalu merasakannya dan akan selalu merindukannya.
Kusayangi selalu hari-hari
pagi yang baik yang menyapa setelah sebelumnya gelap.
Firman-firman-Nya selalu kujadikan mahkota untukku menerima segala
cinta. Mungkin aku telah haus. Lalu, aku berdo’a kepada-Nya agar
aku bertemu kepada bulan suci. Rasa haus ini hanya terobati dengan
panjatan-panjatan kepada-Nya yang Maha Kuasa. Cinta-Nya takkan
mungkin luruh, takkan lumpuh. Dialah yang menghidupkan kita, dan
semoga kita berjumpa pada bulan suci di tahun 2013 ini.
0 comments:
Post a Comment