Saturday, December 31, 2011

Mengenal Sejarah dan Budaya 1 Januari sebagai PerayaanTahun Baru

0 comments
Qs 17:36
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًۭا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.
Merujuk pada Ayat dan hadits di atas, maka alangkah baiknya kalau kita seharusnya tabayun (kroscek) dahulu asal muasal dari perayaan tahun baru masehi.
Kenapa harus 1 Januari? Dan budaya dari kaum apakah perayaan tersebut?
Hal itu dimaksudkan agar kita tidak terjebak oleh ketidaktahuan kita yang akan menyebabkan kita terlempar ke dalam kesesatan.
Sejarah Tahun Baru 1 Januari
Mari kita buka The World Book Encyclopedia tahun 1984, volume 14, halaman 237.
“The Roman ruler Julius Caesar established January 1 as New Year’s Day in 46 BC. The Romans dedicated this day to Janus , the god of gates, doors, and beginnings. The month of January was named after Janus, who had two faces – one looking forward and the other looking backward.”
terjemahan bebasnya kurang lebih begini :
“Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak abad ke 46 SM. Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 Januari) kepada Janus, dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan (waktu). Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah – sebuah wajahnya menghadap ke (masa) depan dan sebuahnya lagi menghadap ke (masa) lalu.”,
Perayaan Tahun di beberapa Negara terkait dengan Ritual Keagamaan
Bulan Januari (bulannya Janus) juga ditetapkan setelah Desember dikarenakan Desember adalah pusat Winter Soltice, yaitu hari-hari dimana kaum pagan penyembah Matahari merayakan ritual mereka saat musim dingin. Pertengahan Winter Soltice jatuh pada tanggal 25 Desember, dan inilah salah satu dari sekian banyak pengaruh Pagan pada budaya kristen selain penggunaan lambang Salib Tanggal 1 Januari sendiri adalah seminggu setelah pertengahan Winter Soltice, yang juga termasuk dalam bagian ritual dan perayaan Winter Soltice dalam Paganisme.
tradisi perayaan tahun baru di beberapa negara terkait dengan ritual keagamaan atau kepercayaan mereka—yang tentu saja sangat bertentangan dengan Islam. Contohnya di Brazil. Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, orang-orang Brazil berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menaburkan bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai tanda penghormatan terhadap sang dewa Lemanja—Dewa laut yang terkenal dalam legenda negara Brazil.
Seperti halnya di Brazil, orang Romawi kuno pun saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Menurut sejarah, bulan Januari diambil dari nama dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang).
Sosok dewa Janus dalam mitologi Romawi
Dewa Janus sendiri adalah sesembahan kaum Pagan Romawi, dan pada peradaban sebelumnya di Yunani telah disembah sosok yang sama bernama dewa Chronos. Kaum Pagan, atau dalam bahasa kita disebut kaum kafir penyembah berhala, hingga kini biasa memasukkan budaya mereka ke dalam budaya kaum lainnya, sehingga terkadang tanpa sadar kita mengikuti mereka. Sejarah pelestarian budaya Pagan (penyembahan berhala) sudah ada semenjak zaman Hermaic (3600 SM) di Yunani
Kaum Pagan sendiri biasa merayakan tahun baru mereka (atau Hari Janus) dengan mengitari api unggun, menyalakan kembang api, dan bernyanyi bersama. Kaum Pagan di beberapa tempat di Eropa juga menandainya dengan memukul lonceng atau meniup terompet.
Sedangkan menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan kekurangan pangan selama setahun penuh.
Bagi orang kristen yang mayoritas menghuni belahan benua Eropa , tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.
Bagi orang Persia yang beragama Majūsî (penyembah api), menjadikan tanggal 1 Januari sebagai hari raya mereka yang dikenal dengan hari Nairuz atau Nurus.
Penyebab mereka menjadikan hari tersebut sebagai hari raya adalah, ketika Raja mereka, ‘Tumarat’ wafat, ia digantikan oleh seorang yang bernama ‘Jamsyad’, yang ketika dia naik tahta ia merubah namanya menjadi ‘Nairuz’ pada awal tahun. ‘Nairuz’ sendiri berarti tahun baru. Kaum Majūsî juga meyakini, bahwa pada tahun baru itulah, Tuhan menciptakan cahaya sehingga memiliki kedudukan tinggi.
Kisah perayaan mereka ini direkam dan diceritakan oleh al-Imâm an-Nawawî dalam bukuNihâyatul ‘Arob dan al-Muqrizî dalam al-Khuthoth wats Tsâr. Di dalam perayaan itu, kaum Majūsî menyalakan api dan mengagungkannya –karena mereka adalah penyembah api. Kemudian orang-orang berkumpul di jalan-jalan, halaman dan pantai, mereka bercampur baur antara lelaki dan wanita, saling mengguyur sesama mereka dengan air dan khomr (minuman keras). Mereka berteriak-teriak dan menari-nari sepanjang malam. Orang-orang yang tidak turut serta merayakan hari Nairuz ini, mereka siram dengan air bercampur kotoran. Semuanya dirayakan dengan kefasikan dan kerusakan.
Bagaimana sikap kita?
Setelah kita mengetahui bahwa tradisi Perayaan 1 januari merupakan Perayaan yang terkait dengan ritual keagamaan dan budaya dari kufar ,dan adanya larangan untuk menyerupai sebuah kaum.
maka sebaiknya kita tidak perlu ikut ikutan merayakannya apalagi meniru budaya dari kaum kufar.
semoga kita semua senantiasa ingat Firman Allah ini :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًۭا
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya
hadîts yang melarang menyepakati perayaan kaum kuffâr banyak sekali. Diantaranya adalah :
عن أنس بن مالك – رضي الله عنه – قال: قدم رسول الله – صلى الله عليه وسلم – المدينة، ولهم يومان يلعبون فيهما، فقال: ما هذان اليومان، قالوا: كنا نلعب فيهما في الجاهلية. فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم –: (إن الله قد أبدلكم بهما خيراً منهما، يوم الأضحى، ويوم الفطر)
Dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ’anhu beliau berkata : Rasūlullâh Shallâllâhu ’alahi wa Sallamtiba di Madînah dan mereka memiliki dua hari yang mereka bermain-main di dalamnya. Lantas beliau bertanya, ”dua hari apa ini?”. Mereka menjawab, ”Hari dahulu kami bermain-main di masa jahiliyah.” Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam mengatakan : ”Sesungguhnya Allôh telah menggantikan kedua hari itu dengan dua hari yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari idul adhhâ dan idul fithri.” [Shahîh riwayat Imâm Ahmad, Abū Dâwud, an-Nasâ`î dan al-Hâkim.]
Syaikhul Islâm Ibnu Taimiyah rahimahullâhu berkata :
فوجه الدلالة أن اليومين الجاهليين لم يقرهما رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ولا تركهم يلعبون فيهما على العادة، بل قال إن الله قد أبدلكم بهما يومين آخرين، والإبدال من الشيء يقتضي ترك المبدل منه، إذ لا يجمع بين البدل والمبدل منه.
”Sisi pendalilan hadîts di atas adalah, bahwa dua hari raya jahiliyah tersebut tidak disetujui oleh Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam dan Rasūlullâh tidak meninggalkan (memperbolehkan) mereka bermain-main di dalamnya sebagaimana biasanya. Namun beliau menyatakan bahwa sesungguhnya Allôh telah mengganti kedua hari itu dengan dua hari raya lainnya. Penggantian suatu hal mengharuskan untuk meninggalkan sesuatu yang diganti, karena suatu yang mengganti dan yang diganti tidak akan bisa bersatu.”
Adapun âtsar sahabat dan ulama salaf dalam masalah ini, sangatlah banyak. Diantaranya adalah ucapan ’Umar radhiyallâhu ’anhu, beliau berkata :
اجتنبوا أعداء الله في عيدهم
Jauhilah hari-hari perayaan musuh-musuh Allôh.” [Sunan al-Baihaqî IX/234].
’Abdullâh bin ’Amr radhiyallâhu ’anhumâ berkata :
من بنى ببلاد الأعاجم وصنع نيروزهم ومهرجانهم ، وتشبه بهم حتى يموت وهو كذلك حُشِر معهم يوم القيامة
”Barangsiapa yang membangun negeri orang-orang kâfir, meramaikan peringatan hari rayanairuz (tahun baru) dan karnaval mereka serta menyerupai mereka sampai meninggal dunia dalam keadaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat.” [Sunan al-Baihaqî IX/234].
Imâm Muhammad bin Sîrîn berkata :
: أُتي على -رضي الله عنه- بهدية النيروز. فقال : ما هذا ؟ قالوا : يا أمير المؤمنين هذا يوم النيروز . قال : فاصنعوا كل يوم فيروزاً . قال أسامة : كره أن يقول : نيروز
’’Alî radhiyallâhu ’anhu diberi hadiah peringatan Nairuz (Tahun Baru), lantas beliau berkata : ”apa ini?”. Mereka menjawab, ”wahai Amîrul Mu’minîn, sekarang adalah hari raya Nairuz.” ’Alî menjawab, ”Jadikanlah setiap hari kalian Fairuz.” Usâmah berkata : Beliau (’Alî mengatakan Fairuz karena) membenci mengatakan ”Nairuz”. [Sunan al-Baihaqî IX/234].
Imâm Baihaqî memberikan komentar :
وفي هذا الكراهة لتخصيص يوم بذلك لم يجعله الشرع مخصوصاً به
”Ucapan (’Alî) ini menunjukkan bahwa beliau membenci mengkhususkan hari itu sebagai hari raya karena tidak ada syariat yang mengkhususkannya.”
Apabila demikian ini sikap manusia-manusia terbaik, lantas mengapa kita lebih menerima pendapat dan ucapan orang-orang yang jâhil dan mengikuti budaya kaum kuffâr daripada ucapan para sahabat yang mulia ini.
Hari Raya Kita Adalah Idul Fithri dan Idul Adhhâ serta Jum’at
Di dalam hadîts yang diriwayatkan oleh Ummul Mu’minîn, ’Â`isyah ash-Shiddîqah binti ash-Shiddîq radhiyallâhu ’anhumâ, beliau menceritakan bahwa ayahanda beliau, Abū Bakrradhiyallâhu ’anhu mengunjungi Rasūlullâh. Kemudian Abū Bakr mendengar dua gadis jâriyahmenyanyi dan mengingkarinya. Mendengar hal ini, Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallambersabda :
يا أبا بكر ! إن لكل قوم عيداً وإن عيدنا هذا اليوم
Wahai Abū Bakr, sesungguhnya setiap kaum itu mempunyai hari raya dan hari raya kita adalah pada hari ini.” [HR Bukhârî].
Dari hadîts di atas, ada dua hal yang bisa kita petik :
Pertama, sabda Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam : ”Sesungguhnya setiap kaum itu mempunyai hari raya” menunjukkan bahwa setiap kaum itu memiliki hari raya sendiri-sendiri. Hal ini sebagaimana firman Allôh Ta’âlâ :
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجاً
Untuk tiap-tiap (ummat) diantara kalian ada aturan dan jalannya yang terang (tersendiri).” [QS al-Mâ`idah : 48].
Ayat di atas menunjukkan bahwa Allôh memberikan aturan dan jalan sendiri-sendiri secara khusus. Kata Lâm (لِ) pada kata Likullin (لِكُلٍّ) menunjukkan makna ikhtishâsh (pengkhususan). Apabila orang Yahūdi memiliki hari raya dan orang Nashrâni juga memiliki hari raya, maka hari-hari raya itu adalah khusus bagi mereka dan tidak boleh bagi kita, kaum muslimin, ikut turut serta dalam perayaan mereka, sebagaimana kita tidak boleh ikut dalam aturan dan jalan mereka.
Kedua, sabda Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam : وإن عيدنا هذا اليوم (Dan hari raya kita adalah pada hari ini”), dalam bentuk ma’rifah (definitif) dengan lâm dan idhâfah menunjukkan hasyr(pembatasan), yaitu bahwa jenis hari raya kita dibatasi hanya pada hari itu. Dan hari tersebut di sini masuk pada cakupan hari raya ’îdul Fithri dan ’îdul Adhhâ, seperti dalam perkataan para ulama fikih :
لا يجوز صوم يوم العيد
”Tidak boleh berpuasa pada hari raya”.
Maka maksudnya tentu saja, tidak boleh berpuasa pada dua hari raya ’Idul Fithri dan ’Idul Adhhâ.
Dalîl lainnya adalah hadîts Anas bin Mâlik :
عن أنس بن مالك – رضي الله عنه – قال: قدم رسول الله – صلى الله عليه وسلم – المدينة، ولهم يومان يلعبون فيهما، فقال: ما هذان اليومان، قالوا: كنا نلعب فيهما في الجاهلية. فقال رسول الله – صلى الله عليه وسلم –: (إن الله قد أبدلكم بهما خيراً منهما، يوم الأضحى، ويوم الفطر)
Dari Anas bin Mâlik radhiyallâhu ’anhu beliau berkata : Rasūlullâh Shallâllâhu ’alahi wa Sallamtiba di Madînah dan mereka memiliki dua hari yang mereka bermain-main di dalamnya. Lantas beliau bertanya, ”dua hari apa ini?”. Mereka menjawab, ”Hari dahulu kami bermain-main di masa jahiliyah.” Rasūlullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam mengatakan : ”Sesungguhnya Allôh telah menggantikan kedua hari itu dengan dua hari yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari idul adhhâ dan idul fithri.” [Shahîh riwayat Imâm Ahmad, Abū Dâwud, an-Nasâ`î dan al-Hâkim.]
Adapun Jum’at, maka termasuk hari raya kaum muslimin yang berulang-ulang dalam tiap pekannya. Sehingga dengannya telah cukup bagi kita dan tidak mencari hari-hari perayaan lainnya. Dalîl hal ini adalah, sabda Nabî yang mulia Shallâllâhu ’alahi wa Sallam :
أضل الله عن الجمعة من كان قبلنا ، فكان لليهود يوم السبت، وكان للنصارى يوم الأحد فجاء الله بنا، فهدانا الله ليوم الجمعة، فجعل الجمعة والسبت والأحد ، وكذلك هم تبع لنا يوم القيامة، نحن الآخرون من أهل الدنيا ، والأولون يوم القيامة، المقتضي لهم
”Alloh simpangkan dari hari Jum’at umat sebelum kita, dahulu Yahudi memiliki (hari agung) pada hari Sabtu dan Nashrani pada hari Ahad. Kemudian Allôh datangkan kita dan Alloh anugerahi kita dengan hari Jum’at, lantas Alloh jadikan hari Jum’at, Sabtu dan Ahad. Demikianlah, mereka adalah kaum yang akan mengekor kepada kita pada hari kiamat sedangkan kita adalah umat yang terakhir dari para penduduk dunia namun umat yang awal pada hari kiamat, yang diadili (pertama kali) sebelum makhluk-makhluk lainnya. [HR Muslim]
Dari Ibnu ’Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salambersabda :
إن هذا يوم عيد جعله الله للمسلمين فمن جاء الجمعة فليغتسل…
Sesungguhnya hari ini adalah hari ’Ied yang Alloh jadikan bagi kaum Muslimin, barangsiapa yang mendapati hari Jum’at hendaknya ia mandi…” [HR Ibnu Majah dalam Shahih at-Targhib I/298].
Semoga setelah membaca tulisan in,kita bisa menentukan sikap dalam menyikapi perayaan 1 januari sebagai tahun baru.
dan sikap kita bukan atas dasar sekedar ikut ikutan , tetapi pilihan kita adalah yang berdasarkan pengetahuan. karena kita sadar betul bahwa semuanya akan dimintai pertanggungan jawab di Yaumil Hisab kelak

Friday, December 30, 2011

7 Keajaiban Dunia Versi Islam

2 comments
7 Keajaiban Dunia versi dunia sudah sering kita dengar/baca. Bagaimana dengan 7 keajaiban versi Islam? Berikut daftarnya.
1. Hewan Berbicara di Akhir Zaman
Maha suci Allah yang telah membuat segala sesuatunya berbicara sesuai dengan yang Ia kehendaki. Termasuk dari tanda-tanda kekuasaanya adalah ketika terjadi hari kiamat akan muncul hewan melata yang akan berbicara kepada manusia sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an, surah An-Naml ayat 82,
“Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami”.
Mufassir Negeri Syam, Abul Fida’ Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy berkomentar tentang ayat di atas, “Hewan ini akan keluar diakhir zaman ketika rusaknya manusia, dan mulai meninggalkan perintah-perintah Allah, dan ketika mereka telah mengganti agama Allah. Maka Allah mengeluarkan ke hadapan mereka hewan bumi. Konon kabarnya, dari Makkah, atau yang lainnya sebagaimana akan datang perinciannya. Hewan ini akan berbicara dengan manusia tentang hal itu”.[Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/498)]
Hewan aneh yang berbicara ini akan keluar di akhir zaman sebagai tanda akan datangnya kiamat dalam waktu yang dekat. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Sesungguhnya tak akan tegak hari kiamat, sehingga kalian akan melihat sebelumnya 10 tanda-tanda kiamat: Gempa di Timur, gempa di barat, gempa di Jazirah Arab, Asap, Dajjal, hewan bumi, Ya’juj & Ma’juj, terbitnya matahari dari arah barat, dan api yang keluar dari jurang Aden, akan menggiring manusia”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (2901), Abu Dawud dalam Sunan-nya (4311), At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (2183), dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (4041)]
2. Pohon Kurma yang Menangis
Adanya pohon kurma yang menangis ini terjadi di zaman Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , mengapa sampai pohon ini menangis? Kisahnya, Jabir bin Abdillah-radhiyallahu ‘anhu- bertutur,
“Jabir bin Abdillah -radhiyallahu ‘anhu- berkata: “Adalah dahulu Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- berdiri (berkhutbah) di atas sebatang kurma, maka tatkala diletakkan mimbar baginya, kami mendengar sebuah suara seperti suara unta dari pohon kurma tersebut hingga Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- turun kemudian beliau meletakkan tangannya di atas batang pohon kurma tersebut” .[HR.Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (876)]
Ibnu Umar-radhiyallahu ‘anhu- berkata,
“Dulu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkhuthbah pada batang kurma. Tatkala beliau telah membuat mimbar, maka beliau berpindah ke mimbar itu. Batang korma itu pun merintih. Maka Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- mendatanginya sambil mengeluskan tangannya pada batang korma itu (untuk menenangkannya)”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (3390), dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (505)]
3. Untaian Salam Batu Aneh
Mungkin kalau seekor burung yang pandai mengucapkan salam adalah perkara yang sering kita jumpai. Tapi bagaimana jika sebuah batu yang mengucapkan salam. Sebagai seorang hamba Allah yang mengimani Rasul-Nya, tentunya dia akan membenarkan seluruh apa yang disampaikan oleh Rasul-Nya, seperti pemberitahuan beliau kepada para sahabatnya bahwa ada sebuah batu di Mekah yang pernah mengucapkan salam kepada beliau sebagaimana dalam sabdanya,
Dari Jabir bin Samurah dia berkata, Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui sebuah batu di Mekah yang mengucapkan salam kepadaku sebelum aku diutus, sesungguhnya aku mengetahuinya sekarang”.[HR.Muslim dalam Shohih-nya (1782)].

4. Pengaduan Seekor Onta
Manusia adalah makhluk yang memiliki perasaan. Dari perasaan itu timbullah rasa cinta dan kasih sayang di antara mereka. Akan tetapi ketahuilah, bukan hanya manusia saja yang memiliki perasaan, bahkan hewan pun memilikinya. Oleh karena itu sangat disesalkan jika ada manusia yang tidak memiliki perasaan yang membuat dirinya lebih rendah daripada hewan. Pernah ada seekor unta yang mengadu kepada Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- mengungkapkan perasaannya.
Abdullah bin Ja’far-radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Pada suatu hari Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah memboncengku dibelakangnya, kemudian beliau membisikkan tentang sesuatu yang tidak akan kuceritakan kepada seseorang di antara manusia. Sesuatu yang paling beliau senangi untuk dijadikan pelindung untuk buang hajatnya adalah gundukan tanah atau kumpulan batang kurma. lalu beliau masuk kedalam kebun laki-laki Anshar. Tiba tiba ada seekor onta. Tatkala Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melihatnya, maka onta itu merintih dan bercucuran air matanya. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- mendatanginya seraya mengusap dari perutnya sampai ke punuknya dan tulang telinganya, maka tenanglah onta itu. Kemudian beliau bersabda, “Siapakah pemilik onta ini, Onta ini milik siapa?” Lalu datanglah seorang pemuda Anshar seraya berkata, “Onta itu milikku, wahai Rasulullah”.
Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
“Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah dalam binatang ini, yang telah dijadikan sebagai milikmu oleh Allah, karena ia (binatang ini) telah mengadu kepadaku bahwa engkau telah membuatnya letih dan lapar”. [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (1/400), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (2/99-100), Ahmad dalam Al-Musnad (1/204-205), Abu Ya’la dalam Al-Musnad (3/8/1), Al-Baihaqiy dalam Ad-Dala’il (6/26), dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqa (9/28/1). Lihat Ash-Shahihah (20)]
5. Kesaksian Kambing Panggang
Kalau binatang yang masih hidup bisa berbicara adalah perkara yang ajaib, maka tentunya lebih ajaib lagi kalau ada seekor kambing panggang yang berbicara. Ini memang aneh, akan tetapi nyata. Kisah kambing panggang yang berbicara ini terdapat dalam hadits berikut:
Abu Hurairah-radhiyallahu ‘anhu- berkata,
“Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- menerima hadiah, dan tak mau makan shodaqoh. Maka ada seorang wanita Yahudi di Khoibar yang menghadiahkan kepada beliau kambing panggang yang telah diberi racun. Lalu Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pun memakan sebagian kambing itu, dan kaum (sahabat) juga makan. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Angkatlah tangan kalian, karena kambing panggang ini mengabarkan kepadaku bahwa dia beracun”. Lalu meninggallah Bisyr bin Al-Baro’ bin MA’rur Al-Anshoriy. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengirim (utusan membawa surat), “Apa yang mendorongmu untuk melakukan hal itu?” Wanita itu menjawab, “Jika engkau adalah seorang nabi, maka apa yang aku telah lakukan tak akan membahayakan dirimu. Jika engkau adalah seorang raja, maka aku telah melepaskan manusia darimu”. Kemudian Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan untuk membunuh wanita itu, maka ia pun dibunuh. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda ketika beliau sakit yang menyebabkan kematian beliau,”Senantiasa aku merasakan sakit akibat makanan yang telah aku makan ketika di Khoibar. Inilah saatnya urat nadi leherku terputus”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (4512). Di-shohih-kan Al-Albaniy dalam Shohih Sunan Abi Dawud (hal.813), dengan tahqiq Masyhur Hasan Salman]
6. Batu yang Berbicara
Setelah kita mengetahu adanya batu yang mengucapkan salam, maka keajaiban selanjutnya adalah adanya batu yang berbicara di akhir zaman. Jika kita pikirkan, maka terasa aneh, tapi demikianlah seorang muslim harus mengimani seluruh berita yang disampaikan oleh Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, baik yang masuk akal, atau tidak. Karena Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidaklah pernah berbicara sesuai hawa nafsunya, bahkan beliau berbicara sesuai tuntunan wahyu dari Allah Yang Mengetahui segala perkara ghaib.
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
“Kalian akan memerangi orang-orang Yahudi sehingga seorang diantara mereka bersembunyi di balik batu. Maka batu itu berkata, “Wahai hamba Allah, Inilah si Yahudi di belakangku, maka bunuhlah ia”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (2767), dan Muslim dalam Shohih-nya (2922)]
Al-Hafizh Ibnu Hajar-rahimahullah- berkata, “Dalam hadits ini terdapat tanda-tanda dekatnya hari kiamat, berupa berbicaranya benda-benda mati, pohon, dan batu. Lahiriahnya hadits ini (menunjukkan) bahwa benda-benda itu berbicara secara hakikat”.[Lihat Fathul Bari (6/610)]
7. Semut Memberi Komando
Mungkin kita pernah mendengar cerita fiktif tentang hewan-hewan yang berbicara dengan hewan yang lain. Semua itu hanyalah cerita fiktif belaka alias omong kosong. Tapi ketahuilah wahai para pembaca, sesungguhnya adanya hewan yang berbicara kepada hewan yang lain, bahkan memberi komando, layaknya seorang komandan pasukan yang memberikan perintah. Hewan yang memberi komando tersebut adalah semut. Kisah ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qur’an,
“Dan Sulaiman Telah mewarisi Daud, dan dia berkata: “Hai manusia, kami Telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) Ini benar-benar suatu kurnia yang nyata”.Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan). Hingga apabila mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.Maka dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa Karena (mendengar) perkataan semut itu. dan dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah Aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang Telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah Aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”. (QS.An-Naml: 16-19).
Inilah beberapa perkara yang lebih layak dijadikan “Tujuh Keajaiban Dunia” yang menghebohkan, dan mencengangkan seluruh manusia. Orang-orang beriman telah lama meyakini dan mengimani perkara-perkara ini sejak zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- sampai sekarang. Namun memang kebanyakan manusia tidak mengetahui perkara-perkara itu. Oleh karena itu, kami mengangkat hal itu untuk mengingatkan kembali, dan menanamkan aqidah yang kokoh di hati kaum muslimin.


Sumber : http://jelajahunik.blogspot.com

Thursday, December 22, 2011

Mengucapkan “Selamat Natal” Merupakan Sebuah Toleransi atau Ejekan??

2 comments
Ketika perayaan hari natal yang dirayakan oleh orang-orang Kristen pada setiap tanggal 25 Desember, beberapa teman yang mengaku muslim dengan alasan toleransi mengucapkan “selamat natal” kepada orang-orang Kristen. Bila melihat status mereka sebagai Muslim, maka apakah ucapan “selamat natal” tersebut bisa dikatakan sebagai bentuk toleransi??
Natal adalah perayaan kelahiran seorang Tuhan yang bernama Yesus yang dipercaya oleh orang-orang Kristen turun kedunia untuk menebus dosa-dosa mereka. Orang-orang kristen mempercayai bahwa ada Tuhan yang mempunyai awal melalui proses kelahiran, dan bahkan mempunyai proses akhir yaitu melalui kematian dikayu salib. Tuhan yang mempunyai awal dan atau akhir tentu saja tidak bisa disebut sebagai Tuhan melainkan berhala.
Islam sebagai monotheism yang jelas-jelas mengajarkan kepada penyembahan Tuhan yang benar yaitu Tuhan yang tidak mempunyai awal dan akhir tentu saja tidak akan mengakui dan mempercayai adanya Tuhan yang mempunyai awal dan akhir. Nah bila ada orang yang mengucapkan “selamat” kepada sesuatu yang tidak dia percayai, maka apakah itu bisa dikatakan sebagai sebuah toleransi?? Atau sebenarnya itu bisa dikatakan sebagai sebuah ejekan?? Mari kita ambil analogi, bila ada seorang ibu mandul yang benar-benar sudah tidak bisa mempunyai anak, lalu karena keinginannya yang begitu besar membuatnya menjadi gila sehingga dia akhirnya menganggap boneka yang dia milikinya sebagai anak. Boneka tersebut diperlakukan layaknya seorang anak manusia, seperti dimandikan, diberi makan dan bahkan membuat sendiri tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran boneka yang dianggapnya sebagai anak dari rahimnya. Sang ibu benar-benar menganggap boneka tersebut sebagai seorang anak dan marah bila ada orang lain yang tidak percaya dan menganggap anaknya adalah boneka. Ketika sang ibu sedang merayakan kelahiran sang boneka dan melakukan “open house” bagi siapa saja yang ingin mengucapkan “selamat ulang-tahun” kepada bonekanya, maka sebagai orang yang waras tentu saja kita tidak akan ikut-ikutan merayakan acara ulang tahun tersebut dan bahkan mengucapkan selamat ulang tahun kepada boneka tersebut, karena kalau kita melakukan itu maka sebenarnya yang kita lakukan hanyalah sebagai bentuk rasa “kasihan” atau bisa dikatakan bentuk “ejekan” atas kegilaan ibu tersebut. Sebagai orang yang bertoleransi, maka kita tidak perlu ikut-ikutan dalam “kegilaan” yang dilakukan oleh ibu tersebut. Kita cukup membiarkan apa yang dilakukan sang ibu, atau bahkan sebagai manusia yang baik maka kita harus menyadarkan sang ibu bahwa yang disangkanya anak adalah sebuah boneka yang tidak pernah dilahirkan oleh rahimnya.
Nah bila ada seseorang yang tidak mempercayai bahwa ada Tuhan yang dilahirkan, namun tiba-tiba dia mengucapkan “selamat hari kelahiran Tuhan” kepada orang- yang percaya bahwa ada Tuhan yang bisa dilahirkan, maka bisa dikatakan orang tersebut sedang mengejek kepercayaan orang yang sedang merayakan hari kelahiran Tuhannya. Islam sebagai agama yang mengajarkan pada akhlak yang mulia dengan tegas melarang umatnya untuk mengejek kepercayaan orang lain dengan melarang umatnya untuk mengucapkan sesuatu yang tidak dipercayai oleh ajaran Islam. Islam dengan tegas mengatakan “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku” dengan membiarkan orang-orang kristen untuk merayakan hari kelahiran Tuhannya tanpa harus mengejek dengan mengucapkan “Selamat Natal

Wednesday, December 21, 2011

Hasil Penelitian,Khitan Efektif untuk mencegah Penyakit Aids

0 comments
Hasil penelitian di berbagai negara, seperti Thailand, Filipina, dan Amerika Serikat (AS), menunjukkan bahwa sunat atau khitan, yakni tindakan memotong kulup yang diwajibkan dalam ajaran Islam bagi pria Muslim, efektif sebagai salah satu cara mencegah penularan wabah HIV/AIDS. Hasil penelitian ini direkomendasikan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada Kongres Internasional ke-9 tentang AIDS se-Asia Pasifik (ICAAP) yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, 9-13 Agustus.
Menurut Ketua Kongres Ke-9 ICAAP, Prof. Dr Zubairi Djoerban, yang terpenting ke depan adalah implementasi sunat sebagai salah satu cara pencegahan HIV/AIDS di kawasan Asia-Pasifik, karena masalah itu hingga kini masih terbentur pada masalah perbedaan agama. Acara ini diikuti oleh 3.000 delegasi dari 65 negara.
Zubairi menambahkan, dalam persoalan HIV/AIDS yang juga penting untuk diaplikasikan ke depan adalah mewujudkan universal akses bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA), salah satunya adalah akses kesehatan.
Sebelum ini, tiga kajian yang dilakukan pada tahun 2006 menunjukkan bukti kuat bahwa khitan terhadap lelaki mampu menghalang terjangkitnya HIV. Penyataan ini disampaikan, Dvora Joseph, Kepala Departemen HIV di Population Services International, sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di AS.
“Ini adalah seruan untuk bertindak, untuk melakukan khitan para pria. Walaupun sudah dua tahun dan kekurangan dana, fokus untuk meningkatkan usaha dan banyak lagi yang perlu dilakukan guna mencapai ke arah itu,“ demikian ujar Dvora.
Menurut Dvora, walaupun terdapat penduduk yang mulai menerima anjuran ini, stigma khitan ternyata masih cukup kuat.
Menurut reuters, stigma dikarenakan tidak adanya promosi secara nasional tentang khitan pria. Menurutnya, untuk mencapai itu diperlukan lebih banyak pendidikan guna mengenalkannya.
Sebelum ini, beberapa penelitian juga menunjukkan hasil yang sama. Tahun 2007, Khitan dinyatakan dapat mengurangi risiko terjangkitnya AIDS sebesar 60 persen. Kesimpulan terbaru hasil pertemuan sekitar 380 ahli medis dari berbagai negara.
Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID), salah satu lembaga yang berada di bawah National Institute of Health (NIH) Amerika. Riset di Kisumi, Kenya, melibatkan sebanyak 2.784 pria. Sementara di Rakai, Uganda, responden berjumlah 4.996 pria, berusia antara 18-24 tahun.
Tanggapan Gereja terhadap rekomendasi Khitan bagi warga Papua
Pemerintah telah merekomendasikan khitan (sunat) bagi warga di Papua selama dua tahun terakhir sebagai pendekatan baru untuk mengatasi peningkatan pesat dalam kasus HIV/AIDS.
Di bagian lain Indonesia, khitan adalah umum dan bagian dari budaya yang telah dilestarikan dalam masyarakat secara turun-temurun. Namun, di Papua orang tidak selalu mempraktekkan khitan itu.
Bagi orang Papua, khitan sering dianggap bertentangan dengan baptisan, karena cenderung berhubungan dengan Muslim.
“Tradisi Gereja di Papua tidak mengakui khitan karena telah digantikan dengan baptisan, meskipun fakta bahwa Alkitab tidak menyatakan bahwa khitan diganti dengan baptisan. Tetapi baptisan adalah pemenuhan khitan. Yesus sendiri, sebagai seorang Yahudi, juga dikhitan,” kata dosen theologia dari STT Isak Samuel Kijne Pdt. Sostenes Sumihe baru-baru ini, seperti dilansir The Jakarta Post, Kamis, 10 November 2011.
“Setelah kampanye khitan, banyak orang Papua mulai menyunat anak mereka dan banyak menanyakan kami apakah khitan bertentangan dengan agama kita. Saya mengatakan kepada mereka bahwa itu tidak bertentangan dengan agama dan tidak dosa.”
Ketua Komisi Pemberantasan AIDS di Papua (KPA) Constan Karma mengatakan bahwa berdasarkan rekomendasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), khitan dapat mengendalikan 60 persen dari infeksi HIV/AIDS.
“Berdasarkan rekomendasi WHO, khitan dapat menekan infeksi HIV/AIDS hingga 60 persen, maka kita diwajibkan untuk menyebarkan informasi yang baik,” katanya.
Konstan menyebutkan bahwa 100 persen masyarakat etnis Toraja yang tinggal di Papua adalah penganut Protestan, dilakukan khitan dan sangat sedikit yang telah terinfeksi oleh penyakit itu.
“Saat ini, jumlah orang yang hidup dengan HIV/AIDS di Papua telah mencapai 10.500 kasus, dan 80 persen dari mereka adalah orang asli Papua dan 20 persen non-Papua. Dari 20 persen, hanya 14 kasus melibatkan orang-orang dari komunitas etnis Toraja,” tambahnya.
Menurut Constan, kampanye khitan, yang telah dilakukan selama tiga tahun terakhir, telah berhasil secara signifikan. Tahun lalu, dari 350 anak dikhitan, 76 adalah anak-anak asli Papua. Program ini disponsori oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.
“Ini menunjukkan bahwa warga masyarakat mulai memahami pentingnya khitan untuk alasan medis dan kesehatan.”
Menurut Sumihe, Gereja-gereja Papua dikelompokkan di bawah Persekutuan Gereja Papua akan mengeluarkan seruan pastoral dalam upaya untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS. “HIV/AIDS adalah masalah serius di Papua, sehingga Gereja dipanggil untuk mencegah pengikutnya dari penyebaran penyakit itu.”
Tanggapan Rektor Universitas Medan Area
sementara itu sebagaimana yang dilansir oleh media online waspada.co.id,Prof. Dr. H. A. Yakup Matondang, MA menegaskan, rekomendasi badan kesehatan dunia (WHO) bahwa sunat atau khitan dapat mencegah AIDS merupakan salah satu bukti bahwa Islam itu adalah agama untuk kemaslahatan umat manusia bukan hanya bagi umat Islam.“Setelah WHO merekomendasi bahwa sunat atau khitan yakni tindakan memotong kulup, efektif sebagai salah satu cara mencegah penularan HIV/AIDS,” katanya. tadi malam.
Menurut Yakup, khitan atau sunat itu adalah merupakan fitrah (kesucian) manusia yang harus dilakukan bukan hanya bagi umat Islam tapi juga semua umat manusia. Meskipun saat ini dikatakan tindakan memotong kulup itu dapat mencegah AIDS.
Jika merujuk dari sejarah bahwa sunat bukan hanya dilakukan pada masa Muhammad diangkat Allah SWT menjadi Rasul, akan tetapi jauh sebelum itu sudah dalukan para umat terdahulu. Karenanya tidak tertutup kemungkinan beberapa suku bangsa terdahulu juga sudah melakukan sunat tersebut.
Walaun pada masa rasul tidak diketahui atau tak ditemukan adanya jenis HIV/AIDS, namun banyak suku bangsa sudah melakukan khitan, karena mereka sudah paham tentang fitrah.
Sisi lain, lanjut Rektor UMA (Universitas Medan Area) ini, sebagian pandangan menilai ketika itu bahwa melaksanakan khitan adalah sekadar untuk mengikuti ajaran. Padahal, tindakan memotong kulup itu bukan hanya sekedar itu sebab jika diteliti lebih jauh juga sangat bermanfaat untuk kesehatan.
Justru, dengan rekomendasi WHO itu selain secara tidak langsung mengakui kebenaran apa yang diajaran Islam sebagai agama samawi (langit) juga sekaligus menangkis atau menjawab tuduhan-tuduhan tak baik terhadapk khitan yang dilakukan oleh umat Islam.
Jika dalam pelaksanaan khitan terjadi kesalahan, kata Yakup, seperti infeksi. Kesalahan itu jangan disasarkan kepada syariat, karena itu merupakan bentuk kelalain manusia yang setiap saat bisa saja terjadi.
Sedang Ketua Ikatan Da’I Indonesia (IKADI) Sumut Drs. H. Sakira Zandi menegaskan,rekomendasi WHO itu merupakan ketentuan Allah SWT yang secara perlahan ingin membuktikan kebenaraan syariat yang diturunkanNya.
Menurut Sakira, bukti kebenaran itu bukan hanya dikatakan dan ditunjukan Allah SWT sebagai khaliq (penguasa) dalam bentuk ayat-ayat yang terdapat dalam Al Qur’an dan sunnah rasul, akan tetapi juga dalam bentuk alam.
Merujuk dari itu, tegas Sakira, tanpa direkomendasi WHO pun Islam sejak dini sudah menganjurkan umatnya untuk mencegah berbagai bentuk penyakit di antaranya dengankhitan. Begitu juga dengan perlakuan zinah, seks bebas dan sejenisnya.
Bahkan soal daging babi, sejak dini Allah sudah mengingatkan untuk tidak mengkonsumsinya, karena membahayakan bagi kesehatan dan itu telah terbukti dengan munculnya flu babi yang sudah menewaskan ratusan bahkan ribuan umat manusia. “Jadi, siapa saja yang ikut petunjuk Al Qur’an akan selamat bukan hanya dunia tapi juga akhirat,” tegas Sakira.
Karena itu, sangat disayangkan dan disesalkan jika ada umat yang mengaku memeluk Islam sebagai agamanya, tetapi tidak mengikuti dan mengamalkan  petunjuk-petunjuk Al Quran dan sunnah. Umat Islam harus menjauhi perbuatan-perbuatan yang bisa membawa kerusakan bagi kesehatan seperti berzinah, pergaulan bebas, meminum minuman yang memabukan.
Kata kuncil dari semua itu, tegas Sakira, umat Islam harus bisa, mampun dan berani melaksanakan amar makruf nahi mungkar (berbuat baik dan mencegah kemungkaran), karena tindakan itu akan sangat bermanfaat bagi keselamatan dunia dan akhirat.
sumber :
hidatullah.com
republika.co.id
waspada.co.id