Imam Abdul Wahid Pedersen, salah seorang tokoh Islam di DENMARK menyebut karikatur pelecehan terbaru terhadap Nabi Muhammad SAW yang direncanakan seorang pengarang DENMARK untuk dilauching dalam waktu dekat itu sebagai tindakan dungu. Ia memperingatkan akan adanya reaksi serupa sebagaimana yang terjadi terhadap penayangan karikatur pelecehan oleh surat kabar Jyllands Posten tiga tahun lalu.
Buku yang mengeritik sebagian tokoh sejarah itu berisi komentar-komentar dan artikel-artikel pengarang dan sejarawan Lars Hivkord, di samping 26 karikatur penjelas lainnya karya kartunis Estrjard. Demikian seperti dimuat situs info Denmark.
Pedersen mengatakan, “Karikatur-karikatur baru itu merupakan bagian dari ‘badai’ lainnya yang tengah dihadapi umat Islam di DENMARK sejak beberapa tahun. Ini adalah tindakan dungu. Saya tidak menyangka Geertz kembali membuatnya setelah polemik yang telah ditimbulkan karikaturnya tiga tahun lalu.”
Pedersen menambahkan dengan nada kesal, “Saya tidak melihat ada tujuan atau makna yang jelas dalam pembuatan karikatur-karikatur tersebut, ataupun momentum pemuatannya sekarang. Karikatur-karikatur itu telah menghilangkan optimisme saya untuk melakukan dialog antar agama di DENMARK.”
Pedersen bahkan memperingatkan, bahwa karikatur-karikatur baru itu bisa jadi menimbulkan ancaman bagi keselamatan masyarakat DENMARK. Namun ia tidak langsung menyiratkan bagaimana bentuk ancaman tersebut tepatnya. Ia mengatakan, “Karikatur-karikatur itu merupakan bukti bahwa si kartunis, Geertz belum mau belajar apa pun sepanjang tiga tahun lalu. Saya tidak mengerti, bagaimana cara ia berpikir? Apakah ia memikirkan keselamatan DENMARK dan rakyatnya.?”
Tokoh dan pemimpin Islam DENMARK itu menuduh si pengarang itu telah melakukan provokasi terhadap umat Islam dan menyeret mereka ke kancah konfrontasi di tengah masyarakat DENMARK. Ia mengatakan, “Kita tahun bahwa Istrjart dan Hivkord memiliki agenda khusus yang bertujuan memprovokasi umat Islam. Saya tidak yakin bahwa dapat diterima oleh akal tindakan mereka dan orang-orang seperti mereka yang terus menerus menjadikan masyarakat DENMAR sebagai tawanan bagi pemikiran dan perbuatan meereka.”
Pedersen menolak untuk membicarakna lebih dalam tentang apa reaksi yang paling baik terhadap provokasi-provokasi tersebut. Ia melihat terlalu dini membicarakan hal itu.
Namun ia mengatakan, “Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan mengatakan pendapat kami mengenai karikatur-karikatur ini sebagaimana penolakan kami terhadap karikatur-karikatur terdahulu. Bila ada celah untuk menggugat ke pengadilan, maka kami tidak akan membuang-buang waktu untuk memanfaatkannya.”